Putusan Hakim Sarpin, Dianggap Matinya Pemberantasan Korupsi

0

hakim sarpin copy

Jakarta, Renus.

Ratusan anggota polisi yang berjaga di depan Gedung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan langsung bersorak gembira setelah mendengar putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, (16/2) yang mengabulkan gugatan Komisaris Jenderal Budi Gunawan atas penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Para polisi muda itu ikut berjoget, larut terbawa euforia pasca dikabulkannya gugatan mantan Kapolda Bali itu oleh pengadilan.

Sarpin Rizaldi, hakim tunggal yang memimpin jalannya sidang putusan praperadilan mengabulkan sebagian permohonan Budi Gunawan dan menolak untuk seluruhnya keberatan pihak termohon, yakni KPK. Hakim menyatakan, penyidikan KPK atas perkara korupsi Budi Gunawan tidak sah.
“Menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon (Budi Gunawan) oleh termohon (KPK) adalah tidak sah,” kata Hakim sarpin di Pengadilan negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2).

Hakim berpendapat, KPK tidak bisa mengusut kasus yang menjerat Budi Gunawan. Karena sebagaimana Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, kasus korupsi yang menjerat Budi Gunawan tidak masuk dalam kewenangan KPK.

Dalam pertimbangannya, Hakim Sarpin mengatakan, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor 03/01/01/2015 pada 12 Januari 2015, Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai kepala biro pengembangan karir (Karo Binkar) Deputi SSDM Polri. Peristiwa pidana itu dilakukan dalam rentang tahun 2003-2006.

Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri, jabatan Karo Binkar merupakan jabatan administrasi atau pelaksana staf yang berada di bawah deputi Kapolri. Jabatan Karo Binkar setingkat pejabat eselon II dan bukan penegak hukum.

“Tidak termasuk dalam golongan penyelenggara negara karena tidak masuk eselon 1,” kata Hakim Sarpin.
Menurut dia, peristiwa pidana yang dilakukan Budi Gunawan saat itu tidak termasuk dalam subjek kewenangan KPK. Dimana salah satu kewenangan KPK diatur dalam UU antara lain adalah penyelenggara negara atau penegak hukum.

Lagi pula selama persidangan berlangsung, terang hakim, pihak KPK tidak dapat menyampaikan dokumen atau bukti yang menjelaskan bahwa Budi Gunawan masuk dalam kualifikasi penegak hukum atau penyelenggara negara.

Padahal saksi penyelidik KPK di persidangan sebelumnya mengakui pada proses penyelidikan sudah dibahas kapasitas Budi Gunawan dalam kasus ini.
“Dengan demikian pengadilan berkesimpulan bahwa termohon tidak dapat membuktikan pemohon saat menjadi Karo Binkar sebagai penegak hukum atau penyelenggara negara,” paparnya.

Selain itu, Hakim Sarpin juga menilai sangkaan pasal yang digunakan KPK kepada Budi Gunawan adalah pasal terkait penyalahgunaan wewenang, yakni Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, tidak mengatur soal kerugian negara.

Sementara objek kewenangan KPK sebagaimana Pasal 11 UU KPK, lembaga antikorupsi itu berwenang menangani perkara korupsi yang melibatkan penyelenggara negara atau penegak hukum yang menimbulkan kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.

Di samping itu, Hakim Sarpin menilai polemik Budi Gunawan baru terjadi ketika dia menjadi calon tunggal Kapolri, yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka sehari sebelum menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR.

Sebelumnya, masyarakat tidak banyak yang mengenal siapa Budi Gunawan.
“Sehingga kualifikasi mendapat perhatian keresahan masyarakat tidak terpenuhi,” tutur hakim.

Kepala Humas Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, Made Sutisna mengatakan, pro kontra itu adalah suatu yang wajar. Kendati demikian, Made meminta masyarakat tetap bisa menghormati sistem peradilan.

“Ini konsekuensi perkara yang besar. Kontroversi selalu ada. Setiap putusan hakim ada pro dan kontra. Hal itu tergantung dua pihak yang berperkara melihat,” kata dia saat ditemui di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, Selasa 17 Februari 2015.

Dia tak menampik putusan Hakim Sarpin akan berdampak pada sistem peradilan ke depan. Putusan ini secara tidak langsung akan menjadi acuan para tersangka untuk menggugat status tersangkanya di praperadilan. Sudah tentu, putusan ini akan menambah banyak pekerjaan para hakim.

“Ini berdampak berdasarkan pandangan hakim sendiri. Ada upaya menerapkan rechtsvinding. Sebagai hukum yang baru, penemuan hakim itu masih proses. Hakim tidak boleh menolak perkara. Kita harus terima banyaknya praperadilan. Masalah putusan tergantung fakta,” tegas Made.

Sementara itu di Cianjur, ucapan Innalillahi Wa Inailaihi Rojiun menggema di kantor Institute Social and Economic Development (Inside), Jalan Limbangan Sari No 144, Desa Limbangan Sari, Kecamatan Cianjur, Senin (16/2). Kalimat tarji itu diucapkan sebagai doa matinya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia menyusul penetapan BG sebagai tersangka dianggap tidak sah oleh Hakim Sarpin Rizaldi.

Dengan suasana temaram, sejumlah pemuda Kabupaten Cianjur yang peduli dengan pemberantasan korupsi mencoba berkumpul. Mereka mendoakan nasib Indonesia agar tetap bersih dari tindak pidana korupsi (tipikor) meski upaya pelemahan terus dilakukan. Mereka beranggapan tak ada lagi lembaga penegak hukum yang bisa dipercaya memberantas korupsi selain KPK.

Dalam renungan malam itu, para pemuda ini menyalakan lilin bertuliskan SAVE KPK. Sejumlah unek-unek pun mereka tuangkan dalam kertas karton putih. Mereka menolak pelantikan BG sebagai kapolri meski sudah ada hasil putusan praperadilan. Mereka pun ingin Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), membuka mata untuk tidak membela koruptor.

“Tepat pada hari ini, merupakan hari kebangkitannya para koruptor dan matinya pemberantasan korupsi. Kami sangat prihatin dengan kondisi ini,” ujar Direktur Inside, Yosep Somantri.
Aktivis antikorupsi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mengadukan Hakim Sarpin Rizaldi ke Komisi Yudisial (KY), Selasa (17/2).

Sarpin diadukan karena diduga melakukan pelanggaran kode etik hakim, saat menjadi hakim tunggal dalam praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. (R-01)